D R E A M
You know bloggy, I feel like I should rewrite my about- 20th-age-post. Look above, the letters should be close, close and closer.
I miss write my blog on bahasa. I miss to be free. I miss to drew a mountain with the sun in the middle of it. I miss sang backstreet boys.
Hmm, semakin dekat dengan kata dewasa kita akan semakin merasa bodoh, tidak berguna, dan dituntut mandiri secara instan. Dan satu hal paling mendasar adalah dimana kata mimpi semakin pudar. Mimpi, harapan, dan realita pun tak kelihatan jaraknya.
Saya pernah bermimpi menjadi penulis. Menulis prosa, menulis khayalan dan menulis mimpi. Karena bagi saya terlalu banyak hal indah yang tak sempat saya capai, saya hanya sempat mencapainya melalui tulisan. Seperti merasakan udara di Paris. Saya sempat memimpikannya saat bermain monopoli sewaktu SD dan sekarang mungkin saya sempat menulisnya disini dan mungkin beberapa tahun lagi saya sempat menghembuskan nafas disana.
Contoh sederhana adalah mimpi menonton konser Paramore. Saya pernah menulisnya dalam post saya beberapa waktu lalu dalam wishlist dan voila bulan lalu resmi diumumkan bahwa Paramore akan ke Indonesia. Dan tinggal menunggu waktu untuk melihat mimpi itu menjadi kenyataan.
Sesederhana itu rangkaian mimpi, harapan dan realita, disaat kita semakin dewasa terasa semakin dekat dengan pencapaian-pencapaian. Seharusnya.
Sekarang saya bermimpi. Sekarang saya menulisnya. Sekarang saya memikirkannya. Sekarang saya mengusahakannya.
Entah mengapa saya senang menulis kata mimpi, dream. Saya rasa kata ini dapat meningkatkan sesuatu dalam tubuh saya. Saya selalu merasa khayalan saya itu akan terwujud dan pasti terwujud. Kadang saya tak peduli dengan berapa kadar kebodohan suatu mimpi, suatu harapan, suatu khayalan. karena bagi saya yang harus dipedulikan adalah kadar dimana prosentase pemikiran kita mengenainya.
Work hard. Bukan mengemis. Bukan meminta. Dan pencapaian bukan saat kamu menulis di twitter bahwa kamu belanja di Harrods.
No comments:
Post a Comment